#26 Ngulik tentang Financial Literacy

 

Photo by Chronis Yan on Unsplash

Di blog ini pula, saya pernah sebelumnya menulis tulisan dengan judul “"#14 Belajar Gaya Hidup Bebas Cicilan". Nah, kayaknya kali ini saya juga ingin cerita tentang hal yang kurang-lebihnya menjurus pada financial dan saya selalu tekankan bahwa bukan berarti disini saya ahli dalam masalah keuangan ya.. bukan pula memberitahu bagaimana cara mengelola uang, namun setelah beberapa waktu ini saya cukup tertarik untuk mempelajari tentang literasi keuangan.  

Kebetulan saya pernah mendengarkan podcast-nya Raditya Dika bersama seseorang yang ahli dalam financial planner/financial trainer yang menurut saya bahasannya cukup menarik dengan durasi satu setengah jam lebih. Namun setelah dengerin podcast ini, menurut saya memang penting bahwa financial literacy ini untuk dipahami oleh kita yang masih di usia 20-an.

Bagi yang sedang dimasa akhir study atau baru lulus sekolah dan ditahap job seeker yang mungkin masih menerawang masa depannya akan seperti apa, setidaknya mempelajari bagaimana mengelola keuangan dengan baik adalah hal yang tepat, karena apabila kita sudah mulai mempunyai pendapatan dengan tidak disertai kemampuan manjemen keuangan, hal ini bisa saja membuat kita collapse.

Mungkin untuk sebagian orang, membicarakan uang itu adalah hal yang tabu dan agak privacy. Coba bagaimana reaksimu ketika ada orang yang bertanya tentang gajimu, tabunganmu? Mungkin ada yang biasa saja tapi ada juga yang kesal atau malu karena itu adalah hal yang tidak sopan. Hal ini membuktikan bahwa sebagian besar orang di kita masih tidak terbuka dalam hal financial dan ini cukup bahaya loh seandainya terjadi pada orang yang akan atau pun sudah punya pasangan.

Saya sering mendengar bahwa issue ekonomi adalah penyebab perceraian terbanyak selain issue orang ketiga dalam rumah tangga. Mungkin dalam konteks ini, uang memang berperan penting dalam keharmonisan rumah tangga selain cinta karena pada faktanya segala sesuatu perlu uang namun bukan berarti jadi tolak ukur kebahagiaan. Misalkan saja mulai dari bayar sewa rumah, tagihan listrik, air, keperluan dapur, bayar iuran sampah/uang kebersiahan, biaya persalinan, biaya kesehatan, biaya sekolah anak belum lagi bayar cicilan ini-itu. Ditambah jika kamu adalah salah satu bagian dari sandwich generation dimana kamu merasa harus membantu perekonomian orangtua selain keluarga kecilmu sendiri.

Berikut ini hal-hal yang bisa saya simpulkan dari podacast-nya Raditya Dika tersebut yang mungkin bisa dijadikan pelajaran untuk saya atau bahkan kita:

1. If you can’t buy cash, you can’t afford it. 

Dulu saya pernah disarankan oleh teman, orangtua ataupun saudara ketika mereka melihat saya yang sering pergi naik transport umum/bis untuk menyicil/kredit kendaraan. Dan saya menolak, saya takut tidak mampu membayar cicilan tersebut setiap bulanya, karena saya tahu jumlah penghasilan saya yang mana menurut saya tidak memugkinkan untuk itu. dan saya akui, jika saya belum bisa membeli sesuatu secara tunai itu berarati saya belum mampu. Dan akui saja hal itu. Maka yang bisa saya lakukan adalah menabung terlebih dahulu untuk setiap barang yang harganya diluar kemampuan saya.

2. Pinjaman Online. Kamu familiar ga sih dengan pinjaman online? Atau setidaknya pernah mendapatkan sms pinjaman dana dari koperasi XYZ secara random? Sekarang sudah marak pihak yang menawarkan pinjaman uang secara online hanya bermodalkan KTP sebagai syarat. Jika boleh saya sarankan jangan mudah tergiur atau terpancing untuk mencobanya bahkan untuk sesuatu yang urgent sekalipun karena kalau kita sudah terlibat di dalamnya, itu akan membuat kita resah. Tapi yang lebih parah adalah banyak orang yang sengaja memanfaatkan pinjol alias pinjaman online ini dan berniat untuk tidak membayarnya.

3. Nikah super wah dengan dalih sekali seumur hidup. Nah, ini. Lucu sekaligus geli ketika saya dengar hal ini. Sekarang acara pernikahan bukan hanya acara yang sakral tapi juga sebagai ajang adu gengsi. Orang berlomba-lomba mengadakan pesta pernikahan seunik mungkin, sebeda mungkin, semenarik mungkin kalau perlu semewah mungkin apalagi kalau orang tersebut kalangan pejabat atau punya banyak relasi. Ngundang artis lah, bupati, gubernur, menteri atau tokoh penting lainya. Orang yang hidupnya pas-pasan pun bisa menyelenggarakan pesta pernikahan yang meriah meskipun tak jarang juga yang dananya pinjaman dari bank. Tak peduli lah pesta nya digelar sehari, hutangnya bertahun-tahun toh nikah sekali seumur hidup. Tetapi bukan berarti pesta pernikahan yang meriah itu tidak boleh, pernikahan yang sederhana pun tidak selalu menjadi yang terbaik, kok. Sekali lagi, seperti apapun pernikahan yang kita inginkan, hal itu memang sah-sah saja sih.

4. Ketidakmampuan untuk menahan diri dan ignorance. Proses pengelolaan keuangan ini bisa menentukan apakah seseorang itu bermental kaya atau miskin. Ketika orang kaya memiliki banyak uang apa yang akan dilakukanya, mereka akan investasikan uang itu, menjadikan modal usaha/bisnis, membelanjakanya ke hal yang produktif semisal property yang nantinya bisa menghasilkan passive income. Namun ketika orang miskin sekalinya memiliki uang biasanya mereka langsung menghabiskanya dengan membeli barang-barang yang diinginkannya atau bisa dikatakan konsumtif, pikiranya sibuk “kira-kira beli apa ya?!”. Dan uang pun habis begitu saja karena ketidaktahuan pengelolaanya.

5. Gaji pas-pasan nyicil barang mewah. Sebenarnya tak ada yang salah dalam memiliki suatu barang baik dengan cara tunai ataupun kredit. Tapi jangan sampai dengan adanya barang tersebut menjadi suatu beban berlebih dari pengeluaran yang biasa kita anggarkan, nanti ujung-ujungnya besar pasak daripada tiang. Salah satu yang saya masih ingat dari podcast tersebut adalah adanya istilah Black period, menghentikan semua pengeluaran untuk lifestyle. Seperti yang kita tahu kadang orang tuh memiliki barang bukan hanya fungsi semata tapi karena gaya.

6. Peringkat negara terkeren buat liburan. Biasanya ada sejumlah negara tertentu dijadikan target untuk liburan. Semua menjadi ajang (status) kompetisi siapa yang terkeren, “masa cuman ke Singapura” “aku dong ke Paris, Eropah”.

Generasi milenial yang notabenenya terekspos internet menjadikan fokusnya terbagi dua yaitu hidup di dunia nyata dan dunia maya/virtual. Nah, yang menjadi suatu kesalahan adalah jika kita terlalu fokus ke dunia maya. Hal-hal yang kita saksikan di media social sering kali memicu kita untuk ikut-ikutan ingin seperti orang-orang keren yang muncul diberanda medsos kita. Dan hal itu bisa juga loh berpengaruh ke kehidupan financial kita.

Dan hal-hal berikut ini juga bisa kita lakukan:

  1. Ketika kita memilih pasangan untuk dinikahi, baiknya kita tanya, selidiki atau diskusikan apa saja yang menjadi pengeluaranya selama ini, apakah ia punya hutang/cicilan baiknya dibicarakan dan dicari jalan keluarnya hingga ada kesepakatan bersama. Jangan sampai kita nikah sama hutang dalam kata lain setelah menikah kita kaget begitu harus ikutan bayarin hutang dan mengganggu keuangan rumah tangga kecuali kalau kita tidak keberatan.
  2. Membeli barang bekas tapi masih bagus, why not, yang penting fungsinya bukan gengsi karena itu tidak essential.
  3. Memanfaatkan waktu untuk menambah atau pun upgrade skill tertentu untuk menambah pendapatan. 
  4. Mepertimbangkan kembali ketika kita akan mengeluarkan uang dalam jumlah besar, apakah itu hal yang memang benar-benar penting atau tidak.
  5. Kita harus punya prinsip sederhana mengenai keuangan.


Sebenarnya mau berapa pun jumlah uang yang kita miliki jika pandai mengelolanya dengan bijak akan membawa dampak positif di masa depan, jika kita bisa mengelola dalam jumlah kecil maka kita pun akan bisa mengelolanya ketika dilimpakan dengan jumlah besar.

#26 Ngulik tentang Financial Literacy

  Photo by Chronis Yan on Unsplash Di blog ini pula, saya pernah sebelumnya menulis tulisan dengan judul “ "#14 Belajar Gaya Hidu...