#21 Tulisan Awal 2020


dok. pribadi


Guys, 2019 telah berlalu nih! (uda tau kalii) dan untuk pertama kalinya di tahun 2020 ini saya sengaja nulis ga pake bahasa planet. Dan juga saya bukan mau nulis resolusi 2020 sih melainkan mau numpang dan berbagi cerita tentang evaluasi diri. Gitu doang kok! Iya sih, emang cukup telat nge-post ini, harusnya di awal bulan pas begitu memasuki tahun baru (dan saya kemana aja...halooo...)

Jujur aja, ada buanyaak hal yang harus saya evaluasi atas tahun-tahun sebelumnya yang mana musti saya perbaiki setiap harinya bukan cuma untuk tahun 2020, dan saya ingin menulisnya beberapa disini.

Kesukesan & kegagalan

Yang pertama adalah tentang kesuksesan dan kegagalan, kalau generasi sekarang berlomba-lomba meraih pencapaian dan kesuksesan yang mana kebanyakan dari mereka menganggap standar kesuksesan itu adalah harta jadinya sukses itu ketika kita punya segalanya dan biasanya dari segi materi sih. Parahnya, saya juga pernah berfikir seperti ini karena referensi yang didapat sebelumnya seperti seolah-olah orang mengatakan;

Ayo War... kamu harus kejar cita-citamu, raih kesuksesan, harus kerja keras biar punya banyak uang, dengan banyak uang kamu bisa melakuakan apapun sesuai yang kamu mau dan bisa beli apapun yang kamu inginkan, kamu harus bisa bikin orang tua/keluarga dan orang-orang bangga padamu, kamu harus punya ini dan itu dan bla... bla... bla!!!

Lalu ketika melihat teman-teman atau anak tetangga yang berhasil, semisal; udah wisuda terus sudah dapat kerja dan kebeli sesuatu, hal ini membuat saya jadi agak down gitu karena mencoba membandingkan diri sama orang lain ‘aku kapan kayak dia’, tak berhenti disitu saja, sama halnya ketika mengunjungi perpustakaan dan toko-toko buku dimana buku-buku motivasi tentang sukses mulai dari bukunya Robert Kiyosaki, Jack Ma, Bob Sadino, Steve Job yang mana mereka mungkin termasuk kedalam daftar orang terkaya dan sukses dalam segi bisnis dan keuangan dan buku-buku semacam “How to...” terutama "how to reach success, how to get rich" berseliweran semakin meyakinkan saya kalau sukses itu wajib hukumnya, ditambah banyak komunitas atau kelompok tertentu yang baik itu mengajak maupun memaksa untuk gabung di komunitas bisnisnya dengan embel-embel sukses bareng-bareng, dan sering berkoar kalo saya ikut dan gabung di bisnis tersebut niscaya akan berpenghasilan sekian tiap harinya, bisa kebeli iphone/motor/mobil, berangkatin orang tua berhaji dll. padahal kesuksesan itu ga harus melulu dinilai dari keberhasilan materi. Saya menyadari jika standar sukses itu adalah soal materi hal ini hanya membuat saya tertekan. Saya tak ada upaya untuk menjadi jutawan atau milyarder yang penting hidup itu seimbang. Menurut saya hal kecil seperti berhasil meninggalkan kebiasaan buruk itu juga bisa dikatakan kesuksesan.

dok. pribadi


Harusnya sih ga ada yang perlu dibikin pusing tentang kesuksesan ataupun kegagalan ini semua ada masa-masanya, saya berfikir ga ada yang larang untuk jadi sukses tapi juga ga ada yang nyuruh untuk sukses tiap orang punya keterbatasan masing-masing dan punya jalan/caranya masing-masing tapi bukan berarti saya berleha-leha tidak mau berusaha hanya saja saya tidak ingin kata ‘sukses’ ini menjadi beban ketimbang motivasi.

Bergaul

Yang satu ini bukan tentang tips-tips bergaul/komunikasi. Bergaul, menjadi bahan evaluasi saya karena ada hal-hal yang saya harus hati-hati di dalamnya, ini tentang karakter orang yang berbeda-beda, ada yang santuy, ada yang ramah dan supel, ada juga yang gampang tersinggung/baper (kayak saya), ada juga yang pendiam yang jutek juga ada. Apapun kondisinya orang yang pernah saya temui, saya harus belajar bijak dalam bersikap dan berkata-kata kepada orang lain sekalipun mereka adalah teman atau orang terdekat saya yang mana saya anggap santuy. Saya telah dan sedang menahan diri dari tindakan body shaming, hate speech, judging people, insult/bullying, meledek sekalipun niatnya candaan, marah-marah dan nyindir yang mana dalam agama pun tak diperbolehkan tindakan-tindakan seperti itu apalagi bagi seorang muslim, saya emang seorang muslim yang masih harus banyak belajar. Dan saya akan sangat sedih ketika ga ada orang yang mau mengingatkan saya ketika saya berbuat suatu kesalahan, dan baiknya harus saling mengingatkan, tapi mengingatkan orang pun ada cara dan etika-nya jangan sampai jatuhnya mempermalukan mereka begitupun dalam berpendapat kalau sekiranya ada yang ga setuju utarakan alasanya dengan baik dan tetap santun, saya pernah dengar seorang penceramah di suatu kajian Islam katanya “bukan seorang muslim kalau orang berada didekatnya merasa panas dan tidak nyaman” dan saya menyimpulkan bahwa seorang muslim itu harus damai dan menyejukan orang-orang disekitarnya bukan malah bikin ilfil (turn off). Semoga saja orang-orang yang pernah kenal dengan saya tidak merasa terganggu dengan kehadiran saya, maafkan saya jika saya ada salah dalam tidakan dan ucapan.

Belajar, belajar dan terus belajar.

Iya betul, belajar itu ga melulu di sekolah/kuliahan, dulu saya selalu merasa bebas kalau libur sekolah dan merdeka dari belajar ketika saya sudah tidak lagi sekolah/kuliah. Padahal belajar itu tak dibatasi waktu, tempat, umur dan gender tentunya. terkadang ada hal-hal lain yang saya ga pelajari di sekolah. Saya pernah dengar seseorang berkata bahwa pada dasarnya manusia itu adalah makhluk pembelajar jadi sampai kapanpun akan senantiasa belajar. Nasihat terbaik yang pernah saya dengar adalah tingkatkan rasa keigintahuan (kepo) kita terhadap ilmu bukan kepo terhadap hidup orang lain hehe... maksudnya jangan pernah merasa cukup dengan ilmu/pengetahuan yang mana kita bisa hidup dan bermanfaat dengan ilmu/pengetahuan itu. Dan saya siap menerima ilmu darimanapun datangnya, meski yang menyampaikanya seorang anak kecil sekalipun ataupun bukan orang yang terkenal tapi kalau yang disampaikanya kebenaran saya harus terima itu.

So guys, keep learning even though you don’t go to school anymore even if you get older, learning will never end.

Bersyukur dan merasa cukup

“Jangan selalu melihat keatas tapi juga lihat kebawah!” begitulah kira-kira yang orang tua saya sering katakan tiap kali saya negeluh dan banyak maunya. Selalu membandingkan diri dengan kehidupan orang lain yang lebih beruntung dari saya adalah salah satu kebiasaan buruk saya dulu, tanpa berfikir masih ada banyak orang yang kurang beruntung dibanding saya.
Lihat orang liburan ke jepang, reaksi saya “Ih, enak ya bisa liburan ke Jepang!”

Lihat orang punya motor keren, reaksi saya “Ih, kayaknya enak ya punya motor, kemana-mana bisa lebih gampang”

Lihat orang lain pake mobil, reaksi saya “Ih, enak ya pake mobil ga kehujanan ga kepanasan!”

Lihat orang kuliah ke luar negeri, reaksi saya “Ih, kayaknya enak ya jadi dia bisa sekolah dan tinggal di luar negeri!”

Lihat orang punya bisnis A. reaksi saya “Ih, kayaknya aku juga harus punya bisnis kayak gini!”

dan saya juga ga kepikiran bahwa kesehatan, makanan yang cukup, kumpul sama keluarga, pernah bersekolah adalah rezki tak terhingga dari Allah, juga harus saya syukuri. Percuma banyak harta, makanan tapi kita ga sehat secara pisik maupun mental kita ga bisa menikmati itu semua.

Pernah suatu kali saya berfikir, karena saya ga bisa nyetir dan ga punya kendaraan pribadi, oh iya juga ya ternyata ada hikmahnya juga dari tidak punyanya kendaraan pribadi membuat saya ga suka keluyuran yang ga ada faedahnya, saya ga harus isi bensin, ga perlu keluar duit buat ganti oli dan sparepart lainya, tidak ada resiko tiba-tiba mogok di jalan dan harus dorong-dorong sendiri nyari pombensin atau bengkel, ga harus bayar pajak kendaraan, tak ada resiko ditilang polisi, ga perlu ada yang dikhawatirkan untuk dicuri/kehilangan, resiko tabrakan lebih kecil, ga harus pusing bikin garasi dan lain-lainya meskipun memiliki kendaraan pribadi banyak manfaatnya salah satunya  lebih mudah kalau berpergian ga perlu ribet jalan kaki, naik angkutan umum atau bis. dan hikmah di balik itu menjadikan saya senantiasa bersyukur ga perlu uring-uringan ke tuhan.

Berbeda halnya dengan belajar/mencari ilmu yang jangan merasa cukup tetapi bersyukur dan merasa cukup atas apa yang saya miliki adalah anjuran karena kalau ga pandai-pandai bersyukur nanti takutnya jatuh ke masalah kesehatan mental dan juga penyakit hati. Hal ini juga penting buat jadi bahan evaluasi saya.

Hmmh... kepanjangan ya?! Ya sudah, saya cukupkan dulu ya. Semoga kita makin lebih baik dari hari ke harinya. Tetap saling respect, ya!


Also read: The Pursuit of Happiness

1 comment:

Andri Heryana said...

Sangat membantu 😊
Tetap semangat dan sukses selau ✊

#26 Ngulik tentang Financial Literacy

  Photo by Chronis Yan on Unsplash Di blog ini pula, saya pernah sebelumnya menulis tulisan dengan judul “ "#14 Belajar Gaya Hidu...