![]() |
dok. pribadi |
Guys, 2019 telah berlalu nih! (uda tau kalii) dan untuk
pertama kalinya di tahun 2020 ini saya sengaja nulis ga pake bahasa planet. Dan
juga saya bukan mau nulis resolusi 2020 sih melainkan mau numpang dan berbagi
cerita tentang evaluasi diri. Gitu doang kok! Iya sih, emang cukup telat
nge-post ini, harusnya di awal bulan pas begitu memasuki tahun baru (dan saya
kemana aja...halooo...)
Jujur aja, ada buanyaak hal yang harus saya evaluasi atas
tahun-tahun sebelumnya yang mana musti saya perbaiki setiap harinya bukan cuma untuk
tahun 2020, dan saya ingin menulisnya beberapa disini.
Kesukesan &
kegagalan
Yang pertama adalah tentang kesuksesan dan kegagalan,
kalau generasi sekarang berlomba-lomba meraih pencapaian dan kesuksesan yang
mana kebanyakan dari mereka menganggap standar kesuksesan itu adalah harta
jadinya sukses itu ketika kita punya segalanya dan biasanya dari segi materi
sih. Parahnya, saya juga pernah berfikir seperti ini karena referensi yang
didapat sebelumnya seperti seolah-olah orang mengatakan;
Ayo War... kamu
harus kejar cita-citamu, raih kesuksesan, harus kerja keras biar punya banyak
uang, dengan banyak uang kamu bisa melakuakan apapun sesuai yang kamu mau dan
bisa beli apapun yang kamu inginkan, kamu harus bisa bikin orang tua/keluarga
dan orang-orang bangga padamu, kamu harus punya ini dan itu dan bla... bla...
bla!!!
Lalu ketika melihat teman-teman atau anak tetangga yang
berhasil, semisal; udah wisuda terus sudah dapat kerja dan kebeli sesuatu, hal
ini membuat saya jadi agak down gitu
karena mencoba membandingkan diri sama orang lain ‘aku kapan kayak dia’, tak
berhenti disitu saja, sama halnya ketika mengunjungi perpustakaan dan toko-toko
buku dimana buku-buku motivasi tentang sukses mulai dari bukunya Robert Kiyosaki,
Jack Ma, Bob Sadino, Steve Job yang mana mereka mungkin termasuk kedalam daftar
orang terkaya dan sukses dalam segi bisnis dan keuangan dan buku-buku semacam
“How to...” terutama "how to reach success, how to get rich" berseliweran semakin meyakinkan saya kalau sukses itu wajib hukumnya, ditambah banyak komunitas atau kelompok
tertentu yang baik itu mengajak maupun memaksa untuk gabung di komunitas
bisnisnya dengan embel-embel sukses bareng-bareng, dan sering berkoar kalo saya
ikut dan gabung di bisnis tersebut niscaya akan berpenghasilan sekian tiap
harinya, bisa kebeli iphone/motor/mobil, berangkatin orang tua berhaji dll. padahal
kesuksesan itu ga harus melulu dinilai dari keberhasilan materi. Saya menyadari
jika standar sukses itu adalah soal materi hal ini hanya membuat saya tertekan. Saya tak ada upaya untuk menjadi jutawan atau milyarder yang penting hidup itu seimbang. Menurut saya hal kecil seperti berhasil meninggalkan kebiasaan buruk itu juga
bisa dikatakan kesuksesan.
![]() |
dok. pribadi |
Harusnya sih ga ada yang perlu dibikin pusing tentang
kesuksesan ataupun kegagalan ini semua ada masa-masanya, saya berfikir ga ada
yang larang untuk jadi sukses tapi juga ga ada yang nyuruh untuk sukses tiap orang
punya keterbatasan masing-masing dan punya jalan/caranya masing-masing tapi
bukan berarti saya berleha-leha tidak mau berusaha hanya saja saya tidak ingin
kata ‘sukses’ ini menjadi beban ketimbang motivasi.
Bergaul
Yang satu ini bukan tentang tips-tips bergaul/komunikasi.
Bergaul, menjadi bahan evaluasi saya karena ada hal-hal yang saya harus
hati-hati di dalamnya, ini tentang karakter orang yang berbeda-beda, ada yang
santuy, ada yang ramah dan supel, ada juga yang gampang tersinggung/baper
(kayak saya), ada juga yang pendiam yang jutek juga ada. Apapun kondisinya
orang yang pernah saya temui, saya harus belajar bijak dalam bersikap dan
berkata-kata kepada orang lain sekalipun mereka adalah teman atau orang
terdekat saya yang mana saya anggap santuy. Saya telah dan sedang menahan diri
dari tindakan body shaming, hate speech,
judging people, insult/bullying, meledek sekalipun niatnya candaan, marah-marah dan nyindir yang mana dalam
agama pun tak diperbolehkan tindakan-tindakan seperti itu apalagi bagi seorang
muslim, saya emang seorang muslim yang masih harus banyak belajar. Dan saya
akan sangat sedih ketika ga ada orang yang mau mengingatkan saya ketika saya
berbuat suatu kesalahan, dan baiknya harus saling mengingatkan, tapi
mengingatkan orang pun ada cara dan etika-nya jangan sampai jatuhnya
mempermalukan mereka begitupun dalam berpendapat kalau sekiranya ada yang ga
setuju utarakan alasanya dengan baik dan tetap santun, saya pernah dengar
seorang penceramah di suatu kajian Islam katanya “bukan seorang muslim kalau
orang berada didekatnya merasa panas dan tidak nyaman” dan saya menyimpulkan
bahwa seorang muslim itu harus damai dan menyejukan orang-orang disekitarnya
bukan malah bikin ilfil (turn off). Semoga saja orang-orang yang pernah kenal
dengan saya tidak merasa terganggu dengan kehadiran saya, maafkan saya jika
saya ada salah dalam tidakan dan ucapan.
Belajar, belajar
dan terus belajar.
Iya betul, belajar itu ga melulu di sekolah/kuliahan,
dulu saya selalu merasa bebas kalau libur sekolah dan merdeka dari belajar
ketika saya sudah tidak lagi sekolah/kuliah. Padahal belajar itu tak dibatasi
waktu, tempat, umur dan gender tentunya. terkadang ada hal-hal lain yang saya
ga pelajari di sekolah. Saya pernah dengar seseorang berkata bahwa pada
dasarnya manusia itu adalah makhluk pembelajar jadi sampai kapanpun akan
senantiasa belajar. Nasihat terbaik yang pernah saya dengar adalah tingkatkan
rasa keigintahuan (kepo) kita terhadap ilmu bukan kepo terhadap hidup orang
lain hehe... maksudnya jangan pernah merasa cukup dengan ilmu/pengetahuan yang
mana kita bisa hidup dan bermanfaat dengan ilmu/pengetahuan itu. Dan saya siap
menerima ilmu darimanapun datangnya, meski yang menyampaikanya seorang anak
kecil sekalipun ataupun bukan orang yang terkenal tapi kalau yang disampaikanya
kebenaran saya harus terima itu.
So guys, keep
learning even though you don’t go to school anymore even if you get older,
learning will never end.
Bersyukur dan
merasa cukup
“Jangan selalu melihat keatas tapi juga lihat kebawah!”
begitulah kira-kira yang orang tua saya sering katakan tiap kali saya negeluh
dan banyak maunya. Selalu membandingkan diri dengan kehidupan orang lain yang
lebih beruntung dari saya adalah salah satu kebiasaan buruk saya dulu, tanpa
berfikir masih ada banyak orang yang kurang beruntung dibanding saya.
Lihat orang liburan ke jepang, reaksi saya “Ih, enak ya
bisa liburan ke Jepang!”
Lihat orang punya motor keren, reaksi saya “Ih, kayaknya
enak ya punya motor, kemana-mana bisa lebih gampang”
Lihat orang lain pake mobil, reaksi saya “Ih, enak ya
pake mobil ga kehujanan ga kepanasan!”
Lihat orang kuliah ke luar negeri, reaksi saya “Ih,
kayaknya enak ya jadi dia bisa sekolah dan tinggal di luar negeri!”
Lihat orang punya bisnis A. reaksi saya “Ih, kayaknya aku
juga harus punya bisnis kayak gini!”
dan saya juga ga kepikiran bahwa kesehatan, makanan yang
cukup, kumpul sama keluarga, pernah bersekolah adalah rezki tak terhingga dari
Allah, juga harus saya syukuri. Percuma banyak harta, makanan tapi kita ga
sehat secara pisik maupun mental kita ga bisa menikmati itu semua.
Pernah suatu kali saya berfikir, karena saya ga bisa
nyetir dan ga punya kendaraan pribadi, oh iya juga ya ternyata ada hikmahnya
juga dari tidak punyanya kendaraan pribadi membuat saya ga suka keluyuran yang
ga ada faedahnya, saya ga harus isi bensin, ga perlu keluar duit buat ganti oli
dan sparepart lainya, tidak ada resiko tiba-tiba mogok di jalan dan harus
dorong-dorong sendiri nyari pombensin atau bengkel, ga harus bayar pajak
kendaraan, tak ada resiko ditilang polisi, ga perlu ada yang dikhawatirkan
untuk dicuri/kehilangan, resiko tabrakan lebih kecil, ga harus pusing bikin
garasi dan lain-lainya meskipun memiliki kendaraan pribadi banyak manfaatnya
salah satunya lebih mudah kalau
berpergian ga perlu ribet jalan kaki, naik angkutan umum atau bis. dan hikmah
di balik itu menjadikan saya senantiasa bersyukur ga perlu uring-uringan ke
tuhan.
Berbeda halnya dengan belajar/mencari ilmu yang jangan
merasa cukup tetapi bersyukur dan merasa cukup atas apa yang saya miliki adalah
anjuran karena kalau ga pandai-pandai bersyukur nanti takutnya jatuh ke masalah
kesehatan mental dan juga penyakit hati. Hal ini juga penting buat jadi bahan
evaluasi saya.
Hmmh... kepanjangan ya?! Ya sudah, saya cukupkan dulu ya.
Semoga kita makin lebih baik dari hari ke harinya. Tetap saling respect, ya!
Also read: The Pursuit of Happiness
Also read: The Pursuit of Happiness
1 comment:
Sangat membantu 😊
Tetap semangat dan sukses selau ✊
Post a Comment