#5 Pendidikan dan Konstruksi Sosial


Dok. pribadi

Hi! What’s up there... finally... mampir lagi kesini dengan jari-jari yang kaku karena sudah cukup lama ga nulis. Dan ada yang mau saya tulis disini, bahasannya cukup serius sih (bagi saya, buat yang lagi baca saya ga tau) I am gonna talk about something that associate with education, tapi ini sekedar opini saya aja. Sebenarnya hal ini sudah dari jauh-jauh hari saya ingin tulis disini sih, kenapa saya ngomongin tentang ini, karena masih banyak orang yang memandang pendidikan itu gak terlalu penting atau gak menjadikanya sebagai main priority. Padahal sebagaimana yang kita tahu bahwa pendidikan itu bagian hal terpenting untuk mencerdaskan generasi bangsa ini supaya Indonesia tuh gak terus-terusan jadi negara yang berkembang.

Hmmh... by the way, soal mencerdaskan anak bangsa kita, terkadang ada juga anak-anaknya yang gak mau cerdas. Hal ini terbukti dengan generasi mudanya yang masih males-malesan. Berdasarkan pengalaman saya yang pernah mengajar di sekolah selama beberapa waktu dan juga berpengalaman sebagai pelajar. Banyak dari mereka yang ingin nilai tugasnya bagus hasil ulanganya bagus, UN nya bagus dapet ranking tapi gak mau susah lalu jalan pintas pun diambil yaitu dengan cara copypaste kerjaan temanya alias nyontek (bodohnya temanya mau aja nyontekin), dan selain itu, mereka juga kreatif loh, saking kreatifnya mereka nulisin contekan dari buku di secuil kertas lalu disembunyikan di saku malah ada juga yang nulis contekanya itu di telapak tangan atau di area bagian tubuh tertentu yang mana gak bisa ketauan. Ternyata kalau dipikir-pikir bukan bangsanya aja yang beragam di Negara ini tapi cara nyontek anak bangsa ini juga beragam pula caranya, ada yang dengan cuma kasih kode, ngumpetin buku catetan di kolong meja, kalau gurunya lagi lengah sampai-sampai mereka bisa via chat loh, browsing di hp juga kenapa enggak. Beberapa dari mereka ada yang jujur sendiri, dengan mudahnya ngomong “males bu ah harus baca-baca mah nyontek itu udah bagian tradisi kita” (so what do you think if you hear such the words from your students). The worst is kalau gurunya yang ngalem-ngalem aja mengetahui ada anak didiknya yang melakukan kecurangan ini bahkan sampai bilang ke siswanya

“Kalian boleh nyontek asal jangan ribut

Hmmh... hal ini buat saya mikir lagi, jadi ini salah satu penyebab terhambatnya Negara ini untuk maju. Saya jadi inget kata-kata guru bahasa sunda saya pas sewaktu saya masih sekolah di bangku SMK bahwa nyontek itu adalah embrionya korupsi, jadi mungkin gak heran kalau di Negara ini banyak petinggi-petinggi yang korupsi. Kalau pas waktu sekolahnya aja gak jujur atas hasil yang kamu capai sampai memasuki dunia kerja pun kamu gak akan jauh kaya gitu.

Next, tentang anggapan masyarakat dimana masih ada orang tua-orang tua di sekitar saya khususnya, seperti yang saya katakan diatas kalau pendidikan bukanlah hal prioritas, disini yang paling penting bukanlah sekolah/kuliah tapi bagaimana caranya kamu bisa menghasilkan uang. Saya gak jarang mendengar perkataan dari sodara, tetangga, bahkan keluarga seperti ini.

“Ah ngapain sekolah tinggi-tinggi cuman buang-buang duit”

“Ah ngapain sekolah tinggi-tinggi yang penting bisa baca tulis ngitung (ca lis tung)”

“Ah ngapain sekolah tinggi-tinggi toh banyak yang lulusan sarjana tapi nganggur”

“Ah ngapain sekolah tinggi-tinggi/kuliah, si X juga ujung-ujungnya jadi  (...) padahal kuliahnya jurusan (...)

“Ah ngapain sekolah tinggi-tinggi, si A juga dia bisa sukses tanpa kuliah”

Bahkan yang saya amati masih banyak pula orangtua yang masih berpikiran toward job oriented, mereka ngedaftarin dan mau membiayai pendidikan anak-anaknya dengan harap akan bisa menghasilkan uang, ok kuliah dengan tujuan dapat ijazah, lalu dengan ijazah itu kita bisa cari kerja, kerjaan yang sesuai dengan jurusan, kerja diperusahaan dengan gaji yang tinggi, atau jadi PNS and done. Kalu nggak, itu bisa jadi hal yang memalukan (mmmhh... kalau ini lebih ke gengsi siih!).

Lagian mau sekolah mau nggak kalau yang namanya udah dewasa ya berarti harus mandiri lah cari uang sendiri minimal untuk biaya hidup kita sendiri. Sekolah ga sekolah makan mah harus kan, buat survive hidup.

Kata saya itu secara general, kalau yang ditujukan untuk perempuan paling bilangnya kurang lebih,

“Ah ngapain sekolah tinggi-tinggi, toh ujung-ujungnya ke dapur lagi”

Saya sebagai perempuan pasti ada lah rasa miris kalau ada orang mengatakan statement kaya diatas. Bagi orang-orang seperti ini perempuan itu cukup tau gimana caranya ngurus keluarga, ngurus suami, anak, atau perempuan itu cukup dirumah aja lah pake daster ngurus-ngurus rumah, masak, nyuci dll. And nothing to do with their education, women no need higher education because they will be back to the kitchen in the end. It does not make sense I guess. Saya gak bilang semua orang disini beranggapan begitu, tapi memang masih ada beberapa diantaranya.

Meski saya belum menikah, tapi saya pikir loh kenapa emangnya kalau perempuan sekolah. Rumah ya rumah sekolah ya sekolah kerja ya kerja, lagian segala sesuatu yang di kerjakan oleh perempuan yang berkaitan dengan rumah tangganya itu udah kodratnya kali, mau sekolah mau nggak kalau ibaratnya mereka udah nikah ngurusin keluarganya mau ga mau emang harus bisa, tergantung perempuanya sendiri bisa pandai-pandai mengatur waktunya.

And one more thing drives me crazy is orang-orang tuh nge-asumsi kalau orang yang kuliah itu dianggap orang yang bakalan mapan dan sukses, jadi kalau misal pas begitu udah lulus kita belum dapet kerja, mungkin kita bisa jadi bahan nyinyiran tetangga or sodara hehe... jadi kita ngerasa oppressed and depressed dengan hal itu. Karena emang rata-rata gitu mindset masyarakat di kita itu, sekolah/kuliah-kerja-sukses, done. Padahal sukses itu sendiri ditentukan oleh seberapa besar usaha yang kita lakukan.

A : hey, gimana kabarnya, gimana kuliah teh uda lulus? Kerja dimana sekarang?

B : Lulus Alhamdulillah, kerja... hehe... ini juga lagi nunggu panggilan.

A : Uh, kamu tau si X sodara aku? dia juga uda lulus kemarin sama barengan kamu tapi     dia udah kerja di bank sekarang, gajinya lumayan gede malah sekarang udah bisa nyicil mobil loh!

B : Oh gitu... iya syukur atuh! *sakiiit...

A : bla bla bla bla bla *and the chitchat is still going on

The same thing goes for women, (tapi emansipasi say... masa hari gini perempuan ga produktif) perempuan juga sama mereka juga di-push untuk kerja juga. Bahkan ga sedikit juga dari mereka yang jadi tulang punggung keluarga, entah itu mereka sendiri yang mau atau di suruh. Kita yang muslim pasti tau kalau dari religion view khususnya islam, perempuan bekerja itu hukumnya mubah alias boleh-boleh aja, wajib nggak dilarang juga nggak, apalagi nih kalau yang belum menikah mereka sebenarnya masih tanggungan orangtuanya, atau saudara laki-lakinya. Kalau pun mereka bekerja untuk keluarganya itu adalah sebagai bentuk bakti dia kepada ibu-bapanya. Yang namanya berbakti kepada orang tua emang wajib karena sebesar apapun materi yang kita berikan kepada orangtua kita itu ga akan pernah cukup untuk membalas atas kebaikan dan kasih sayang yang pernah mereka berikan terhadap kita. Jadi menurut saya jangan terlalu memaksa ataupun melarang perempuan untuk bekerja nyari uang kecuali kalau keadaanya urgent atau inisiatif perempuan itu sendiri karena berbagai alasan.

Kalau kita pikir sekolah itu untuk dapetin ijazah doang officially lalu dengan ijazah itu kita bisa cari kerja dan dapet uang. Saya pikir mindset ini tuh harus di rubah. Yang saya tau esensinya sekolah/kuliah itu ya mencari ilmu, belajar, cari informasi. Ilmu yang kita dapatkan pas waktu sekolah/kuliah menjadikan pikiran kita terbuka, lalu dari situ pun kita sadar bahwa mencari uang dengan cara yang benar pun adalah sebuah keharusan. Kalau pun kita dapet kerja yang sesuai sehabis kita lulus ya Alhamdulillah dong, kalau ga juga ga masalah sih sebenarnya, tinggal kalian cari lagi kerjaan yang sesuai dengan minat kalian. Dan kita gak perlu mempermasalakan apakah job kita itu sesuai dengan jurusan yang kita ambil pas waktu kuliah atau nggak, karena sering kali orang itu mempermsalahkan hal ini mereka nyinyir:

Kenapa kamu kerja sebagai A padahal kan pas waktu kuliah kamu ambil jurusan B harusnya kamu kerjanya sebagai seorang B dong kan jadinya gak nyambung (Padahal yang kerjanya siapa kok lu yang ngurusin).

Contoh, pas kuliah saya ambil jurusan sastra khususnya bahasa dan sastra inggris, mungkin saya harusnya dapet kerjaan yang relevan sama bidang saya itu entah itu jadi tour guide, translator, editor atau mungkin jadi guru bahasa inggris atau juga kerja di kedutaan. Tapi kan kenyataanya gak selalu begitu. Kalaupun kita udah berusaha nyari job yang pas sesuai study yang pernah kita tempuh tapi ujung-ujungnya kita ga dapet, malah dapetnya di bidang lain, itu normal buat saya. Nyari uang bisa dengan cara dan jalan apapun ga harus stuck di satu bidang tertentu. Mau terjun ke dunia bisnis selepas kuliah, bisnis kecil-kecilan meski kamu ga ambil kuliah bisnis ya sah-sah aja, bikin start up, mau kerja di peruasahaan, mau buka usaha sendiri, mau ikut tes cpns, mau jadi honorer, jadi youtuber juga boleh lah even if you wanna marry someone after graduation, who cares! Intinya ga ada istilah gak nyambung atau gak kepake ilmunya dan ga ada yang namanya sia-sia dalam mencari ilmu.

Maksud saya nulis ini tu bukan maksud untuk menjunjung tinggi orang yang berpendidikan tinggi, atau ngegembor-gemborin orang harus sekolah kalau sekolah itu wajib, karena saya juga ngerti ga semua orang mampu meski dari hati kecilnya mereka ingin melanjutkan sekolahnya ke jenjang yang lebih tinggi tapi bisa jadi banyak kendala entah itu dari segi financial, akses, fasilitas dan lain hal. Tapi lebih ke meluruskan pandangan orang terhadap orang yang berusaha untuk menempuh study to the higher level but they are always underestimated as though they just spend money and time for nothing particularly. And I mean everybody deserves to have education no matter formal or informal, young or old, poor or rich even men or women. There’s no boundary and it’s not limited.

Yep... semua orang berhak mendapatkan pendidikan, dan yang namanya cari ilmu itu ga dibatasi ga terpaut di satu titik, kita bisa cari ilmu kemanapun, kapanpun, dimanapun dan siapapun.

And this will be one more, kita bisa bedain mana yang sekolah mana yang nggak dari segi karakteristik dan attitude. Orang yang ngerasa berpendidikan dia pasti tau mana yang harus dilakukan mana yang nggak, memilah-milah mana yang baik mana yang buruk, apakah perilaku dan perkataanya akan menyinggung orang atau tidak, dia tau cara memposisikan dirinya.

And finally, I really appreciate for anybody who has given a couple of time just to read and understand this.

 

 Also read: Ramadan dan Harapan



#26 Ngulik tentang Financial Literacy

  Photo by Chronis Yan on Unsplash Di blog ini pula, saya pernah sebelumnya menulis tulisan dengan judul “ "#14 Belajar Gaya Hidu...